‘Wang Jawa ilang Jawane’. Ungkapan itu bukan membincang etnis kesukuan, ungkapan itu mengkritisi adab dan budaya luhur yang dibangun leluhur yang kian terkikis, dimana dan siapa pun sukunya. Orang Jawa jaman old sudah terkenal akan adab, unggah ungguh, sopan santun, tata krama, etika atau diksi semakna lainya. Adab yang menjadikan manusia utuh yang manusiakan manusia lainnya, pun dengan lingkungan alam sekitarnya. Sebagaimana semestinya makhluk khalifah dunia.
Keberadaban yang sekarang mulai jarang, bahkan ada adab tertentu yang dianggap mitos bin tahayyul. Anak jaman now sudah jarang berbahasa ‘krama’ pada yang lebih tua, bahkan siswa dengan gurunya seperti bicara pada kawannya; Orang bertamu tak tahu waktu; Tanpa permisi lewati orang langsung nyelonong; Berbusana sembarang melalaikan keadaan; Dan amsal lain yang mulai surut hilang terlupakan.
Sebelum era ponsel pintar, kita akan merasa ‘rikuh’ menghubungi seseorang pada jam istirahat malam. Meskipun untuk berkabar acara esok, lebih elok menghubungi di waktu pagi, bahkan untuk sekedar pesan pendek (sms). Era media sosial (medsos) seakan menggeser semua itu. Tak ada sungkan ramai berkirim pesan tanpa waktu ditentukan; Dulu orang pergi kemana bermodal kepercayaan, sekarang sekedar makan harus dibuktikan.
Media sosial membuat persebaran informasi terlalu dini tanpa kendali. Yang fakta tampak palsu, yang palsu terlihat nyata, semua diragukan kebebarannya. Tanpa adab filter koreksi dan klarifikasi secara pingsan dan sadar informasi yang diterima kembali disebar. Semua berebut benar, tampak pintar atau sok ngerti yang tak dipahami, lalu dengan mudah menjustifikasi. Hingga kebohongan, fitnah dan kebencian domino penuh kekisruhan.
Oleh sebab semua merasa benar imbasnya privasi kian hilang. Di level sederhana misalnya orang lupa bahwa nomor ponsel adalah privasi. Nir-adab memasukan ke chat grup tanpa ijin pemiliknya. Entah amnesia atau gagal paham bahwa memasukan ke chat grup artinya membagikan nomor pribadi ke banyak orang. Dan bisa saja tiba-tiba orang tidak dikenal yang tahu nomor itu di grup lalu memasukan ke grup lain. Adegan beruntun yang sukar dihentikan.
Begitu seringnya bermedsos orang semakin terbiasa, lumrah dan mafhum adab itu luntur. Orang semakin terbiasa melakukan hal-hal yang sebelumnya dianggap tak sopan. Apakah ini kemunduran? Itu baru level medsos, dunia maya yang orang anggap nyata. Kalau yang maya adabnya sedemikian rupa, bagaimana pergeseran adab dunia nyata?
Nabi Muhammad diutus Tuhan untuk sempurnakan akhlaq manusia. Memberi teladan dengan memanusiakan manusia. Setiap tindakan dan perilakunya penuh adab dan tatakrama. Kalau etika hilang kemana, kita ini meneladani siapa? Mengaku umatnya nyatanya berprilaku semaunya. (Aelka)