Ada hal-hal baik yang telah dilakukan dan ditanamkan oleh pendahulu kita yang nilai-nilainya masih kita rawat dan lestarikan. Ada yang dari sisi praktik mengalami dinamisasi dan akulturasi oleh perkembangan zaman. Ada pula yang tidak lagi relevan atau perlu dikritisi. Ada kebiasaan-kebiasan yang tumbuh dari interaksi masyarakat yang kita sebut budaya, ada tradisi-tradisi yang diturunkan dari generasi sebelumnya. Proses menyerap hal baru dan mengarsipkan hal lama adalah sesuatu yang lumrah, dan itu menjadi ladang hikmah bagi generasi-generasi selanjutnya.
Sederhananya, realitas saat ini, baik atau buruk, merupakan rangkaian sebab-akibat berbagai variabel yang tidak mudah dirumuskan. Kita mungkin tidak bisa memahami kenapa anak-anak sekarang sangat suka hal-hal yang instan. Kita hanya bisa menduga bahwa anak-anak generasi sekarang adalah produk dari perubahan zaman yang begitu cepat akibat pola interaksi yang berubah sejak adanya kemajuan teknologi. Secara pribadi maupun kolektif, sedang mengalami dua proses sekaligus yakni memanen apa yang telah ditanam generasi sebelumnya, sekaligus menanam hal-hal yang nantinya akan dituai pada masa mendatang. Sekarang adalah produk masa lalu, dan juga bahan baku masa datang.
Meminjam kalimat Pak Toto Raharjo, “mundur tiga langkah untuk maju lima langkah”, upaya menengok ruang dan waktu kebelakang bertujuan sebagai pelajaran dan pijakan merespon dunia ke depan. Tentu saja wajar apabila kita ingin memanen apa yang kita tanam. Bagaimana mungkin berharap kedamaian jika dimana-mana ketidakadilan dibiarkan. Adakah harapan pemimpin yang kita pilih amanah jika kita sendiri tidak jujur dengan pilihan hati nurani kita. Tak ada panen bagi yang tak menanam. Kita memiliki banyak tantangan zaman yang perlu diperjuangkan bersama demi kebaikan peradaban secara utuh.
Tentu jangkauan menanam setiap orang berbeda-beda, sebatas diri, keluarga atau lingkungan sosialnya. Lebih dari itu, syukur-syukur setiap kita turut hadir dan berperan dalam dialektika menentukan arah zaman ditengah hiruk pikuk narasi, kepentingan, serta laju perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan. Allah berfirman : “Hal jazaul ihsan illal ihsan,” tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan. Cak Nun dengan lantang berkata: “Saya cuma meyakini bahwa pasti absolut mutlak, orang yang berbuat baik mendapat kebaikan dari Allah, orang yang berbuat jahat akan mendapat hukuman dari Allah, Pasti! Absolut!”
Mari sila melingkar dalam Semak’an edisi bulan Januari 2025 ini, bersama kita menanam kebaikan, memupuk kemanfaatan. Semoga Allah SWT memberkahi. (Tim Redaksi)