MAIYAHKUDUS.COM

PAGAR PIKIRAN

Pagar Yang Tidak Memenjara

Allah menciptakan bagi manusia perangkat akal, sebuah medan daya dimana terjadi proses pengolahan informasi dan pengikatan imajinasi yang disebut pemikiran. Manusia tumbuh seiring umurnya mengumpulkan sumber pengetahuan dari dalam diri dan luar dirinya membentuk bangunan pikiran. Entah tepat atau tidak, bangunan pikiran tersebut menjadi semacam dapur keputusan dan tindakan. Di dalam bangunan pikiran tersebut terjadi dialetika ilmu dari dalam diri yang seringkali kita sebut sebagai ilham, fadilah, atau istilah lainnya dan dari luar diri seperti informasi yang disuplai oleh wadag mata, telinga, sel-sel. Tentu kesemuanya ada dalam kuasa Allah.

Untuk apa Allah memberikan anugerah akal tersebut? Allah fasilitaskan kepada manusia dalam kedudukkan sebagai khalifah fil ardl supaya mampu meng-iqra’, mengkreatifi, dan mengambil manfaat dari alam raya. Bangunan pikiran sebagai repsentasi akal yang tumbuh, kemudian menciptakan berbagai capaian, baik capaian teknologi material, juga capaian penataan sosial. Kedua capaian tersebut kita sebut saja kerja budaya. Kerja-kerja budaya berevolusi sejak jaman manusia kali pertama mengenal api sampai bisa membuat kompor listrik, menemukan teknologi roda hingga meluncurkan roket voyager, dari hidup berperang saling berebut makanan sampai menata pasar dan uang, dan bahkan menggugat kebebasan ekspresi seksual.

Lumrahnya rumah, bangunan pikiran juga ada pagarnya. Pagar pikiran, berupa pikiran. Pikiran tidak bisa dipagari dengan jeruji penjara misalnya. Kemajuan-kemajuan di bidang kehidupan dimulai dari keberanian manusia mencoba hal-hal baru, melompati pagar-pagar yang mungkin telah diwarisi dari generasi sebelumnya. Pun demikian, tertatanya masyarakat, tidak chaosnya sistem nilai dan moral, terjaganya tradisi, bisa jadi justru karena manusia mengunci diri dan tidak melompati pagar. Dari sini kita melihat fungsi bangunan pikiran, yakni ngegas sekaligus ngerem. Kemana arah berjalannya kerja budaya? Tentu tidak lepas dari “laku hidup” yang dipilih pemilik bangunan pikiran.

Sebagai orang Islam, kita punya panduan laku hidup yakni Alquran dan Sunnah dan beberapa perangkat pelengkap lainnya. Tentu pagar yang ada di bangunan pikiran kita, tidak boleh membelenggu sehingga terjebak dalam kejumudan, tetapi juga jangan sampai terperosok pada kemajuan yang melampaui batas. Dengan melihat contoh pada diri Rosul saat membangun peradaban Islam, kita berupaya menentukan kapan berlindung dalam pagar dan kapan melompat pagar.

“Kul Inkuntum Tuhibbunallah Fattabi’uni Yuhbibkumullah”, maka dengan jalan mengikuti Muhammad bin Abdullah – Muhammad Rasullullah SAW. Itulah peta laku hidup kita.

Oleh karena itu, mari kita melingkar dan sinau bareng dengan penuh kerendahan hati, merawat bangunan pikiran kita, membongkar yang perlu dibongkar dan mengokohkan yang harus dikokohkan. Wallahu’alam. (Tim redaksi)

Sedulur Maiyah Kudus (Semak) adalah Majelis Masyarakat Maiyah di Kota Kudus, yang merupakan bagian dari Masyarakat Maiyah Nusantara.