Catatan lepas Semak Tadabburan #26, Edisi September 2019
Ini malam bulan merah merekah, lubuk palung jiwa Sedulur Maiyah menyala cinta, berpantul gembira antara cakrawala.
Tajuk yang dikehendaki, Andum Tresno.
Secara khusus akan dibahas, setelah lama dibuktikan melalui lingkaran perjumpaan. Laku kasih sayang, Maiyah oh!
Kali tulisan lepas engkau baca; semoga setetes air ini mampu mewakili samudera kesadaran semalam.
Sabtu, 14 September 2019
di Museum Kretek
/1/
Gerbang munajat maiyah dibuka; entah para musafir, pelancong, pasien, atau penumpang yang berbondong lebih dulu tiba. Memasrahkan diri pada dimensi yang tak tertemukan dan terkemukakan total; ada endapan yang nantinya jadi bekal kau di perjalanan pulang ke kehidupan.
Gerbang zikir, wirid, dan shalawat telah terlewat. Kini gerbang bangsa mesti digedorkan, Indonesia Raya menggema makna ketulusan nan khidmat, amin.
Ini kali jiwa telah lampau terbuka. Izinkan, dimensi intelektual mekar, Paduka!
/2/
Tak cukup memang, pembuka yang menggersangkan tenggorokan namun menyuburkan batin itu, untuk bakal lebih berkeringat.
Mas Ali (penggiat Semak) membuka sepatah singkat kata, lalu memasrahkan waktu kepada kelompok karawitan kontemporer Gubug Seni asuhan Kang Kisut.
Shalawat Asnawiyah itu, yang didendangkan dengan merdu.
/3/
-Pak Nurhadi
Sebab semua hal harus didasari dengan rasa cinta, mestilah membuahkan kebaikan serta keindahan.
Hal-hal yang secara mendasar akar bagi setiap gerakan, laku, lisan kita; harus dipenuhi rasa cinta. Sebab, dengan itulah kita akan sampai pada nikmat.
Jangan kita kira, nafsu lebih jago menghantar nikmat. Ia hanya mampu menikmat sesaat, bahkan keburukan tidak seimbang. Anda bisa bahagia tapi orang lain entah.
Lingkaran maiyah itu sekumpul bahu-membahu penghuni rahmat; mau datang mengusahakan agar sebuah majelis berjalan lancar. Anak-anak itu, pemuda-pemudi itu, bapak, sepuh; dicinta Allah, Amin.
Logika matematis berbilang, segala yang dibagi akan berkurang. Bagaimana cinta kemudian diandumkan?
Lihat lampu itu, lihat cahayanya yang cinta. Tak kan berkurang bukan meski diandum-andumkan?
“manusia tahu, yang mencintai sesama, akan dicinta langit dan bumi.”
/4/
-Pak Bkhan
Manusia mencintai, lalu merangsang empati, kepedulian, rasa ikhlas dalam dirinya; dibungai pemakluman dan kemungkinan melayang.
Sebuah data penelitian menjelaskan melimpahnya para remaja yang tak sanggup lepas dari gadgetnya gawai.
cinta, ini cinta
Remaja akan memberikan empati, pengorbanan untuk ketahanan gadgetnya. Kerelaan tak melakukan apa-apa; tak pergi ke mana-mana; di kamar diam asal gadget menyala penuh kuota.
cinta, ini buktinya
Kadangkala cinta melampaui porsi, akan lahir fanatisme dan kebrutalan ekstrem :
“Seorang remaja entah di mana, mengancam akan membunuh ibunya karena tak mampu membelikan kuota”
Apa yang ada di gawai itu? Mengapa darinya juga lahir kebencian, kebohongan dan permusuhan?
Para pembesar membaca keadaan, menyebar kepalsuan agar terwujud kepentingan.
“Cinta memberikan transformasi kepada anak muda, atas kebutuhan hidupnya; menjadi sandang, papan, dan colokan.”
/5/
-Gus Syafiq
Tanya pada dirimu, ketika engkau mencintai seseorang. Apakah yang benar-benar engkau cintai dari dirinya?
Apakah keindahan wajahnya? Apakah jari-jemari kelembutannya? Apakah santun lirih suaranya?
“Anu, Gus!” teriak seorang gembira, kewajaran yang sering terjadi di Maiyah malam itu.
Nikahilah yang kau cinta!
Nikahi keindahan wajahnya, saja. Nikahi lembutnya, saja. Nikahi santun suaranya, saja.
Apa yang berlainan dengan yang kau cinta, buang dan jangan terima!
cinta, begitu kah?
Tidak. Semestinya memang engkau harus mencintai seluruh baik yang kau ketahui, atau yang belum engkau ketahui darinya.
Mulailah memisahkan senang dan cinta. Redamkan ke-aku-an; murnikan cinta dan endapkan senang.
Arahkan cinta ke yang baka!
/6/
Ini waktu pukul satu, dan manusia mulai memulihkan diri dari cinta, suatu negeri pulas tenggelam kolam mimpi.
/7/
Sudah ahh!
Kudus, 15 September 2019
Tiyo Ardianto