Mukadimah Semak Tadabburan edisi ke-28 (16 November 2019)
“Wang Jawa ilang jawane” atau dengan kalimat lain: “Wang Jawa lali jawane”. Ungkapan tersebut sudah terlalu sering didengungkan baik lewat tulisan, ceramah, sindiran, obrolan, diskusi, dan panggung-panggung lainnya. Di antara pendengung menyampaikan terkait kemerosotan sampai tingkat luntur dan hilang jati diri sebagai warga masyarakat berbudaya luhur. Atau lebih tegas yaitu rusaknya tata krama berikut adab yang sudah menjadi norma pada kelola masyarakat dalam memanusiakan manusia.
Bukan cuma misalnya: kian tenggelamnya unggah-ungguh dalam bicara (krama), kepantasan waktu pulang-pergi atau bertamu, berjalan dan berpakaian di muka umum, dan amsal kesantunan lain yang semakin mendekati mitos di era ponsel pintar. Namun kini merebak kebiasaan seperti kewajaran yang sejatinya menghancurkan adat, seperti: salam tempel untuk memuluskan kebijakan; kongkalikong antar birokrat dan pengusaha dalam rangka merampok harta urunan rakyat; berbangga menganggap dirinya baik, benar dan pantas mencalonkan diri menjadi pemimpin; obral janji lalu khianat kemudian hari; dan kebobrok-bejatan lainnya yang sering anda tonton di berbagai media.
Contoh yang termaktub di atas tak sekedar dicecap kalangan birokrat kelas atas. Bagaikan virus yang belum ada obatnya, kezaliman-kezaliman merajalela sampai tingkat jelata. Ibarat anak kecil bermain melakukan kebodohan mengasyikkan, lainnya ikut-ikutan, sampai orang tua susah mengingatkan.
Ketika anda membaca tulisan di atas, bisa jadi anda berkata dalam hati: “Itu mereka, itu di sana, itu bukan saya. Saya seorang adimanusia, tak mungkin sakit karena virus itu”. Jika anda berpikiran seperti itu, sebaiknya segera introspeksi diri. Sebeb amsal di atas adalah yang tampak muka. Padahal tak ada manusia lumrah mampu lepas dari bisikan jahat pada pribadi masing-masing. Saya, anda, mereka atau sebut saja kita semua bisa terjangkit virus biadab itu, kalau pun belum mungkin sebentar lagi.
Sampai level ini, kita tidak bermaksud menakuti diri kita. Tapi mungkin sebagai sesama yang sok menganggap diri belum terjangkiti, alangkah baiknya kita bergegas ancang-ancang menentukan posisi. Apakah anda akan memerangi dengan kekuatan penuh, atau berdiam diri dan menunggu turut menjadi zombi nanti, atau mengkarantina diri beserta kerabat terjangkau agar tak terinfeksi?
***
Pada edisi ke-28 ini, Semak Tadabburan akan mengeja dan meraba posisi perihal adat jejeg. Hadir silakan, tak hadir pun tak masalah. Sebab bisa jadi yang hadir malah terjangkit parah, sedang anda aman sentosa di rumah. 😁 (ALK/Redaksi Semak)