Mukadimah Semak Tadabburan edisi-13 (10 Agustus 2018)
Esensi perjuangan manusia termaktub dimakna merdeka, bebas dari penghambaan kepada yang tak berhak. Sejarah mencatat ekspansi disertai perang terjadi merata di dunia. Dari rahim penindasan dan penjajahan lahir perlawanan, cita-cita kawasan merdeka dan berdaulat, dengan tatanan sosial berkehidupan yang layak, patut, dan beradab : merdesa.
Sunan Kalijaga dendangkan “Ilir-Ilir” sembari mensyukuri tanduran ijo royo-royo di desa-desa yang dilewati. Sebab desa sebagai entitas terkecil dari negara merupakan parameter wajah bangsa. Al-Qur’an melukis surga dengan sungai-sungai mengalir, buah-buahan yang ranum, berikut kebahagiaan penghuninya. Bukankah desa di nusantara (dahulu) begitu adanya? Gemah ripah loh jinawi toto tentrem kerto raharjo, baldatun thoyyibatun wa Robbun Ghafur. Asas musyawarah dikedepankan, warga berembug skala dusun, antar dusun, hingga rembug desa. Mendirikan rumah cukup sambatan tetangga sukarela. Jika ada tetangga sakit, warga berlomba besuk. Tak ada warga kelaparan karena tetangga saling unjung masakan. Tanpa tertulis, tata cara, tata krama, tata susila sebagai norma luhur masyarakat desa terlaksana.
Masihkah desa demikian adanya? Sedangkan modernisasi merasuki desa, perlahan ubah nilai dan cara pandang menjadi materialis, serakah dan individualis. Gaya hidup dan gengsi munculkan strata sosial berindikator kepemilikan harta, bukan lagi pada tingkat manfaat di masyarakat. Sistem kompetisi gulirkan yang lemah atau kalah terdesak: menggerus pola hidup bersahaja, kesederhanaan, rukun, guyub dan gotong-royong. Teknologi yang mestinya dimaknai prasarana pemudah aktivitas, dianggap tujuan dan pencapaian.
Kini desa ingin jadi kota, kota ingin jadi metropolitan, metropolitan ingin jadi megapolitan. Sedangkan penduduk kota terbukti rindu suasana desa beserta seluruh nilai luhur dan alam nan permai subur.
Sanggupkah kita bangun kembali nilai-nilai luhur merdesa?
Pada Semak Tadabburan edisi-13 ini, tema “Merdeka Merdesa” diunggah Sedulur Maiyah Kudus. Diselenggarakan tanggal 10 Agustus 2018, di halaman Museum Kretek Kudus. Wallahu’alam. (Redaksi – Semak)