Urusan susu memang bikin kepayang. Negara pernah viralkan jargon empat sehat lima sempurna. Belum sempurna asupan nutrisi Anda tanpa susu. Lalu belakangan masyarakat ramai karena produk yang puluhan tahun dipercaya sebagai susu, dinyatakan tidak mengandung susu.
“Lho? Kok baru woro-woro sekarang?” Tanya Mbok Darmi bakul susu. Kadung anak jaman old penikmat produk tadi beranjak lansia. Kalau begini, siapa diuntungkan dan dirugikan?
Manusia besar macam Bung Karno, Jendral Soedirman, Gajah Mada, Arya Damar, Imam Bonjol, Joko Tingkir, semasa kecil tak kenal susu formula namun tetap hebat. Kids jaman now yang tumbuh dengan asupan gizi serta multivitamin komplit, justru melahirkan fenomena abg alay, generasi tik tok, generasi micin.
“Tanya kenapa?” Celetuk Mbok Darmi.
Suatu kali mie instan dari Indonesia dilarang masuk negara lain dengan alasan kandungan kimia makanan yang berlebih. Bisa jadi sebenarnya motif kompetisi bisnis. Apa fatwa tentang susu kental manis juga demikian?
Bukan cuma susu yang ternyata bukan susu. Tetangga Mbok Darmi yang kontraktor sukses saja sangat rendah hati berkenan mengurus SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) supaya anaknya gampang diterima masuk sekolah. Kaya tapi tidak kaya.
“Manusia tapi tidak manusiawi juga ada kok. Minum susu banyak tapi ngakunya segelas, eh masih minta nambah.” Timpal Mbok Darmi yang juga sedia roti tawar dan gorengan.
“Orang beridentitas islam namun perilaku tak islami juga banyak.” Kata seorang Gus. Artinya, berlabel susu tapi perilaku sirup. Malahan akhir-akhir ini makin progresif, ukuran nilai keimanan manusia ditakar dari pilihan calon presiden 2019. Ada partai setan, ada partai Tuhan. Apa iya seperti itu? Sedangkan melihat tengkuk sendiri saja kesulitan, kok berani menakar kadar keimanan sesama manusia?
Di Probolinggo lain lagi, ada orang membangun batu nisan raksasa setinggi sepuluh meter. Persiapan kalau meninggal. “Disini dimakamkan manusia penuh dosa”. Begitu kira-kira tulisan tertera. Ini pengakuan terang-terangan. Beranikah pemilik pabrik susu nakal melakukan seperti itu?
Ya sudah, panjang cerita kalau diteruskan. Sembari ngobrol tanpa terasa dua gelas susu sapi rasa jeruk habis. Susu memang enak, apalagi susu racikan Mbok Darmi. Meski di Jepang sana ada profesor mengatakan susu hewan tidak cocok dikonsumsi manusia. Ditulis menjadi buku tebal dan terjual laris. Ah, apa teori itu berlaku di negeri ini? Disini manusia jadug-jadug. Kotoran sapi saja dirumati supaya tumbuh jamur yang bikin fly (mabuk) kalau dimakan, apalagi susu?
Sembari bayar dan pamit, datang pembeli lagi memesan susu,
“Susu melon satu Mbok, eh jangan diaduk tapi dikocok saja.”
“Mau kocok sendiri atau dikocokin?” Sahut Mbok Darmi tertawa manja. (Brian wh)